PENGEMIS DENGAN JAKET LUSUHNYA
Sore itu, aku berdiri tegak sambil menengadakan kedua tangan mengharapakan belas kasih para pengunjung. Ditengah kebisingan itu tak perduli logam atau sehelai kertas dalam bentuk rupiah mulai terkumpul diatas jaket lusuh yang sengaja ku simpan disisi kiriku. Lalulalang orang melintas dihadapanku, berbagai karakter telah mereka tampakan ada yang tersenyum simpul,ada yang hanya sekedar menganggukan kepala namun ada pula yang menatapku bagai tersimpan dendam membara diantara kami.akan tetapi sikap dan perilaku tersebut tak membuatku tuk mengurungkan niat untuk tetap menggantungkan nasib ini pada gedung mewah yang terletak tepat dihadapanku saat itu,bagiku alam pun tak mampu menghalang apa yang tengah saya lakukan kala itu.
Kemudian tak terasa keringat bercucuran membasahi tubuh hingga jaket lusuhpun turut merasakan hangatnya keringat itu, suatu hal mulai kurasakan seakan perut mulai terlilit lapar.akupun mencoba menhampiri sebuah gerobak dengan berisikan laksa dan ketupat serta potongan sayur mayur disamping belanga dengan air yang mendidih, entah apa yang selalu orang lakukan disana yang pasti penunggang gerobak itu selalu memukul-mukul sebuah mangkuk dengan sendok sembari memanggil orang-orang disekelilingnya. Saat itu angin bertiup sepoi-sepoi kesejukanpun tak luput aku nikmati walaupun tatapan sinis dengan muka garang tak sedikit tertuju padaku.
Sangat disayangkan kesejukan itu berlalu begitu cepat melebihi kecepatan kilat menyambar kala rintik menghampiri, dengan modal kumis tebal dan muka yang menyerupai arang membuatnya terlihat seram lelaki itu menghampiriku lalu memerintahkan aku agar meninggalkan tempat tersebut, sebab menurutnya keberadaanku disini hanyalah membawa sial baginya. Aku hanya menganga terdiam sejenak lalu bergegas pergi walau dalam hati bertanya”apa sebenarnya maksud dari ucapan itu???”Pergi kamu dari sini..pergi…dasar pengemis, kalimat itu terus terlontar dari mulutnya dengan suara yang seakan memecah gendang telinga.sikap polos yang telah belasan tahun bersamaku membuat aku membalikan badan kehadapan si kumis (sebutan yang tepat dariku)apa yang bapak maksu itu adalah saya???(dengan tersentak-sentak) tanpa memperdulikan ucapanku ia langsung memegang tanganku lalu menariknya bagai seseorang yang tengah mengikuti lomba tarik tambang pada acara 17 agustus.
Senyum simpul masih melekat dibibirku yang bergelombang carna terik akupun meninggalkan tempat itu agar si kumis tidak merasa dirugikan karena kehadiranku sebab ku sadar bahwa sebagai manusia sudah sepantasnya untuk berbuat sesuatu dengan tidak merugikan orang lain itulah kalimat yang selalu ditekankan kepadaku kala usiaku masil belia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar